Pages

Friday 9 August 2013

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

BAB I
ISLAM DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI
          I.          Pendahuluan
Membicarakan sistem ekonomi Islam secara utuh, tidak cukup dikemukakan pada tulisan yang sempit ini, karena sistem ekonomi Islam mencakup beberapa segi dan mempunyai ketergantungan dengan beberapa disiplin ilmu lainnya sebagaimana juga yang ditemukan pada studi ekonomi umum. Persolan sistem bank syari’ah hanyalah sebagian kecil dari sederetan masalah-masalah yang terdapat dalam studi ekonomi Islam.
Kendati demikian, sistem ekonomi Islam mempunayi ciri khas dibanding sistem ekonomi lain (kapitalis-sosialis). Dr. Yusuf Qordhowi, pakar Islam kontemporer dalam karyanya “Daurul Qiyam wal akhlaq fil iqtishod al-Islamy” menjelskan empat ciri ekonomi Islam, yaitu ekonomi robbani, ekonomi akhlaqy, ekonomi insani dan ekonomi wasati. Keempat ciri tersebut mengandung pengertian bahwa ekonomi Islam bersifat robbani, menjunjung tinggi etika, menghargai hak-hak kemanuisaan dan bersifat moderat.
        II.        Perkembangan Studi Islam
Sejarah perkembangan studi ekonomi Islam dapat dibagi pada empat fase:
1)     Fase pertama, masa pertumbuhan
2)     Fase kedua, masa keemasan
3)     Fase ketiga, masa kemunduran dan
4)     Fase keempat, masa kesadaran
       III.       Fase Pertama -- Masa Pertumbuhan
Masa pertumbuhan terjadi pada awal masa berdirinya negara Islam di Madinah. Meskipun belum dikatakan sempurna sebagai sebuah studi ekonomi, tapi masa itu merupakan benih bagi tonggak-tonggak timbulnya dasar ekonomi Islam. Secara amaliyah, segala dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah sistem telah dipraktekkan pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang amat sederhana sesuai dengan masanya. Lembaga keuangan seperti bank dan perusahan besar (PT) tentunya belum ditemukan. Namun demikian lembaga moneter di tingkat pemerintahan telah ada, yaitu berupa Baitul Mal. Perusahaan (PT) pun telah dipaktekkan dalam skala kecil dalam bentuk musyarakah.
       IV.       Fase kedua -- Masa Keemasan
Setelah terjadi beberapa perkembangan dalam kegiatan ekonomi, pada abad ke 2 Hijriyah para ulama mulai meletakkan kaidah-kaidah bagi dibangunnya sistem ekonomi Islam di sebuah negara atau pemerintahan. Kaidah-kaidah ini mencakup cara-cara bertransaksi (akad), pengharaman riba, penentuan harga, hukum syarikah (PT), pengaturan pasar dan lain sebagainya. Namun kaidah-kaidah yang telah disusun ini masih berupa pasal-pasal yang tercecer dalam buku-buku fiqih dan belum menjadi sebuah buku dengan judul ekonomi Islam.
Beberapa karya fiqih yang mengetengahkan persoalan ekonomi, antara lain:
Fiqih Mazdhab Maliki:
      Al-Mudawwanah al-Kubrto, karya Imam Malik (93-179 H)
      Bidayatul Mujtahid, karya Ibnu Rusyd (wafat 595 H)
      Al-Jami’Li Ahkam al-Quran, karya Imam al-Quirthubi (wafat 671 H)
      Al-Syarhu al-Kabir, karya Imam Ahmad al-Dardir (wafat 1201 H)
Fiqih Mazdhab Hanafi:
      Ahkam al-Quran, karya Imam Abu Bakar Al-Jassos (wafat 370 H)
      Al-Mabsut, karya Imam Syamsuddin al-Syarkhsi (wafat 483 H)
      Tuhfah al-Fuqoha, karya Imam Alauddin al-Samarqandu (wafat 540 H)
      Bada’i al-Sona’i, karya Imam Alauddin Al-Kasani (wafat 587 H)
Fiqih Mazdhab Syafi’I:
      Al-Umm, karya Imam Syafi’I (150-204 H)
      Al-Ahkam al-Sulthoniyah, karya Al-Mawardi (wafat 450 H)
      Al-Majmu’, karya Imam An-Nawawi (wafat 657 H)
      Al-Asybah Wa al-Nadzoir, karya Jalaluddin al-Suyuthi (wafat 911 H)
      Nihayah al-Muhtaj, karya Syamsuddin al-Romli (wafat 1004 H)
Fiqih Mazdhab Hambali:
      Al-Ahkam al-Sulthoniyah, karya Qodhi Abu Ya’la (wafat 458 H)
      Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah (wafat 620 H)
      Al-Fatawa al-Kubro, karya Ibnu Taimiyah (wafat 728 H)
      A’lamul Muwaqi’in, karya Ibnu qoyim al-Jauziyah(wafat 751 H)
Dari kitab-kitab tersebut, bila dikaji, maka akan ditemukan banyak hal tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi Islam, baik sebagai sebuah sistem maupun keterangan tentang solusi Islam bagi problem-problem ekonomi pada masa itu.
Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” misalnya, memberi penjelasan tentang kewajiban negara menjamin kesejahteraan minimal bagi setiap warga mengara. Konsep ini telah melampaui pemikiran ahli ekonomi saat ini.
Demikian pula halnya dengan karya-karya fiqih lain, ia telah meletakkan konsep-konsep ekonomi Islam, seperti prinsip kebebasan dan batasan berekonomi, seberapa jauh intervensi negara dalam kegiatan roda ekonomi, konsep pemilikan swasta (pribadi) dan pemilikan umum dan lain sebagainya.
Karya-karya Khusus Tentang Ekonomi Meskipun permasalahan ekonomi telah dibahas secara acak pada buku-buku fiqih, namun pada fase ini terdapat juga karya-karya tentang ekonomi Islam yang membahas secara khusus tentang ekonomi. Karya-karya ini tentunya telah mendahului karya-karya ahli ekonomi Barat saat ini, sebab karya-karya kaum muslimin dalam bidang ini telah ada sejak abad ke 7 M, Karya-karya tersebut antara lain:
Kitab Al-Khoroj, karya Abu Yusuf (wafat 182 H/762 M)
Abu Yusuf adalah seorang qadli (hakim) pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Pada saat iitu Harun al-Rasyid meminta beliau menulis tentang pendapatan negara dalam bentuk khoroj (sejenis pajak), zakat, jizyah dan lainnya untuk dijadikan pegangan hukum negara (semacam KUHP sekarang).
Dalam mukaddimahnya, Abu Yusuf menulis: “Telah saya tulis apa yang menjadi permintaan tuan, saya pun telah menjelaskannya secara rinci. Oleh karena itu pelajarilah. Saya telah bekerja keras untuk itu dan saya berharap agar tuan dan kaum muslimin memberi masukan. Hal itu karena semata-mata mengharap ridho Allah serta takut akan azabNya.Bila kitab ini sudah jelas, saya berharap agar tuan tidak memungut pajak dengan cara-cara yang zalim dan berbuat tidak baik terhadap rakyat tuan”.
Kitab Al-Khoroj, karya Imam Yahya al-Qursyi (204 H/774 M)
Kitab Al-Amwal, karya Abu Ubaid bin Salam (wafat 224 H/774 M)
Kitab ini telah banyak ditahkik dan dita’liq (dikomentari) oleh Muhammad Hamid Al-Fahi, salah seorang ulama Al-Azhar. Kitab ini pun termasuk kitab terlengkap dalam membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan harta di Daulah Islamiyah.Al-Iktisab Fi al-Rizqi, karya Imam Muhammad al-syaibani (wafat 334 H/815 M) dan karya-karya lainnya seperti karya Ibnu Kholdun, Al-Maqrizi, Al-Aini dan lain-lain
Di penghujung abad 14 dan 15 M merupakan titik awal bagi adanya aliran keilmiahan dalam bidang ekonomi modern. Bahkan Syaikh Mahmud Syabanah, mantan wakil rektor Al-Azhar menyatakan bahwa kitab “Mukaddimah” karya Ibnu Kholdun yang terbit pada tahun 784 H atau sekitar abad 13 hingga 14 M adalah bentuk karya yang mirip dengan karya Adam Smith. Bahkan dalam karyanya, ibnu Kholdun juga menulis tentang asas-asas dan berkembangnya peradaban, produktifitas sumber-sumber penghasilan, bentu-bentuk kegiatan ekonomi, teori harga, migrasi penduduk dan lain-lain. Sehingga isi kedua karya ini hampir sama. Perbedaannya hanya terletak pada kondisi dan lingkungan.
         V.         Masa Kemunduran
Dengan ditutupnya opintu ijihad, maka dalam menghadapi perubahan sosial, prinsip-prinsip Islam pada umumnya dan prinsip ekonomi khususnya, tidak berfungsi secara optimal, karena para ulama seakan tidak siap dan berani untuk langsung menelaah kembali sumber asli tasyri’ dalam menjawab perubahan-perubahan tersebut. Mereka lebih suka merujuk pada pendapat imam-imam mazdhab terdahulu dalam mengistimbat suatu hukum, sehingga ilmu-ilmu keislaman lebih bersifat pengulangan dari pada bersifat penemuan.
Tradisi taklid ini menimbulkan stagnasi (kejumudan) dalam mediscover ilmu-ilmu baru, khususnya dalam menjawab hajat manusia di bidang ekonomi. Padahal ijtihad adalah sumber kedua Islam setelah al-Quran dan as-Sunnah. Dan pukulan telak terhadap Islam adalah ketika ditutupnya pintu ijtihad tersebut.
       VI.       Masa Kesadaran Kembali 
Sejak ditutupnya pintu ijtihad pada abad 15 H, hubungan antara sebagian masyarakat dengan penerapan syariat Islam yang sahih menjadi renggang. Sebagaimana juga telah terhentinya studi-studi tentang ekonomi Islam, hingga sebagian orang telah lupa sama sekali, bahkan ada sebagian pihak yang mengingkari istilah “ekonomi Islam”. Ajaran Islam akhirnya terpojok pada hal-hal ibadah mahdloh dan persoalan perdata saja. Lebih ironis lagi sebagian hal itu pun masih jauh dari ajaran Islam yang benar.
Namun demikian, meskipun studi ilmiah modern dalam bidang ekonomi masih sangat terbatas, namun usaha-usaha telah dilakukan, antara lain:
Pertama, studi ekonomi mikro. Dalam hal ini studi terfokus pada masalah-masalah yang terpisah, seperti pembahasan tentang riba, monopoli, penentuan harga, perbankan, asuransi kebebasan dan intervensi pemerintah pada kegiatan ekonomi dan lain-lain.
Langkah ini terlihat dari diadakannya beberapa seminar dan muktamar, antara lain: Muktamar Internasional tentang fiqih Islam
Pada Muktamar Fiqih Islam pertama yang diadakan di Paris tahun 1951 dibahas masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi, riba dan konsep pemilikan.
Muktamarr Fiqih Islam kedua diadakan di Damaskus pada bulan April 1961. Dalam muktamar tersebut dibahas tentang asuransi dan sistem hisbah (pengawasan) menurut Islam. Muktamar Fiqih Islam ketiga diadakan di Kairo pada Mei 1967, membahas tentang asuransi sosial (takaful) menurut Islam, Muktamar Fiqih Islam keempat diadakan di Tunis pada bulan Januari 1975, membahas masalah pemalsuan dan monopoli.
Muktamar Fiqih Islam kelima diadakan di Riyadh pada bulan Nopember 1977 membahas tentang sistem pemilikan dan status sosial menurut Islam. Muktamar Fiqih Islam sedunia, diadakan di Riyadh juga yang diorganisir oleh Universitas Imam Muhammad bin Saud pada tanggal 23 Oktober hingga Nopemebr 1976, membahas tentang perbankan Islam antara teori dan praktek dan pengaruh penerapan ekonomi Islam di tengah-tengah masyarakat. Muktamar Lembaga Riset Islam di Kairo. Dalam hal ini sedikitnya telah delapan kali mengadakan muktamar yang membahas tentang ekonomi Islam.
Pertemuan studi sosiologi negara-negara Arab. Seminar Dewan Pembinaan Ilmu Pengetahuan, satra dan sosial (seksi ekonomi dan keuangan). Muktamar Ekonomi Islam Internasional, antara lain: Muktamar Ekonomi Islam Sedunia pertama , diadakan di Makkah pada tanggal 21-26 Pebruari 1976 dan Muktamar ekonomi Islam, diadakan di London pada bulan Juli 1977. Hingga saat ini buku-buku tentang ekonomi Islam, baik dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris serta bahasa lainnya dapat kita temukan di toko-toko buku.
Buah dari semaraknya studi-studi ekonomi Islam ini membuahkan berdirinya bank-bank Islam, baik dalam skala nasional maupun internasional. Dalam skala internasional misalnya, telah berdiri Islamic Development Bank (IDB/Bank Pembangunan Islam) yang kantornya berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia. Dalam agreemen establishing the islamic Development Bank (anggaran dasar IDB) pada article 2 disebutkan bahwa salah satu fungsi dan kekuatan IDB pada ayat (xi) adalah melaksanakan penelitian untuk kegiatan ekonomi, keuangan dan perbankan di negara-negara muslim dapat sejalan dengan syari’ah. IDB juga telah memberikan bantuan teknis, baik dalam bentuk mensponsori penyelenggaraan seminar-seminar ekonomi dan perbankan Islam di seluruh dunia maupun dalam bentuk pembiayaan untuk tenaga perbankan yang belajar di bank Islam serta tenaga ahli bank yang ditempatkan di bank Islam yang baru berdiri.
Bukti lain maraknya pelaksanaan ekonomi Islam adalah laporan dari data yang diambil dari Directory Of Islamic Financial Institutions tahun 1988 terbitan IRTI/IDB bahwa sedikitnya telah 32 bank Islam berdiri (sebelum Bank Muamalat Indonesia berdiri) di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Bila di Indoneisa banyak bank konvensional beralih bentuk ke bank syari’ah, berarti pertumbuhan bank syari’ah semakin cepat dan diminati oleh kalangan usahawan, belum lagi pertumbuhan bank syari’ah di negara lain dalam dekade ini, seperti di Malaysia dan negara-negara Islam lainnya.
BAB II, III, IV
SISTEM EKONOMI dan FISKAL PADA MASA PEMERINTAHAN RASULULLAH SAW dan AL KHURAFA AR RASYIDUN
          I.          Latar Belakang
Kegiatan ekonomi merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kegiatan yang berupa produksi, distribusi dan konsumsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi seluruh kebutuhan hidup manusia. Setiap tindakan manusia didasarkan pada keinginanannya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Aktivitas ekonomi inipun dimulai dari zaman nabi Adam hingga detik ini, meskipun dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Setiap masa manusia mencari cara untuk mengembangkan proses ekonomi ini sesuai dengan tuntuan kebutuhannya.
Tidak terlepas dari itu, Islam yang awal kejayaannya di masa Rasulullah juga memiliki konsep system ekonomi yang patut dijadikan bahan acuan untuk mengatasai permasalahan ekonomi yang ada saat ini.
Oleh karena itu salah satu hal yang mendasari dilakukannya penulisan ini adalah untuk mengetahui kegiatan ekonomi yang tersistematik yang pernah dilakukan pada zaman nabi Muhammad yang merupakan zaman awal kegemilangan Institusi Islam sebelum hancur di tahun 1924.
  1.         II.        PEMBAHASAN A.     Masa Awal Pemerintahan Rasulullah 
Sebelum Islam datang situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu karena tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh. Hukum dan pemerintahan di kota ini tidak pernah berdiri dengan tegak dan masyarakat senantiasa hidup dalam ketidak pastiaan. Oleh karena itu, beberapa kelompok penduduk kota Yatsrib berinisiatif menemui Nabi Muhamad Saw. Yang terkenal dengan sifat al-amin (terpercaya) untuk memintanya agar menjadi pemimpin mereka. Mereka juga berjanji akan selalu menjaga keselamatan diri nabi dan para pengikutnya serta ikut memelihara dan mengembangkan ajaran Islam
Nabi Muhammad Saw berhijrah dari kota Makkah ke kota Yatsrib sesuai dengan perjanjian,di kota yang bertanah subur ini, Rasulallah Saw disambut dengan hangat serta diangkat sebagai pemimpin penduduk kota Yatsrib. Sejak saat itu kota Yatsrib berubah nama menjadi kota Madinah.
Madinah merupakan negara yang baru terbentuk yang tidak memiliki harta warisan sedikit pun.Oleh karena itu Rasulullah harus memikirkan jalan untuk mengubah keadaan secara perlahan-lahan dengan mengatasi berbagai masalah utama tergantung pada faktor keuangan.
Dalam hal ini strategi yang di lakukan oleh Rasulallah adalah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Membangun Masjid 
            Setibanya di kota Madinah,tugas pertama yang di lakukan oleh Rasulallah Saw.adalah mendirikan masjid yang merupakan asas utama dan terpenting dalam pembentukan masyarakat Muslim. Rasulullah menyadari bahwa komitmen terhadap system, akidah dan tatanan Islam baru akan tumbuh dan berkembang dari kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat yang lahir dari aktivitas masjid. Kaum muslim akan sering bertemu dan berkomunikasi sehingga tali ukhuwwah dan mahabah semakin terjalin kuat dan kokoh.

  • Merehabilitas Kaum Muhajirin 
            Setelah mendirikan masjid tugas berikutnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum Muhajirin (penduduk Makkah yang berhijrah ke Madinah). Kaum muslimin yang melakukun hijrah pada masa ini berjumlah sekitar 150 keluarga baik yang sudah tiba di Madinah maupun yang masih dalam perjalanan dan berada dalam kondisi yang memprihatinkan karena hanya membawa sedikit perbekalan di kota Madinah. Sumber mata pencaharian mereka hanya bergantung pada bidang pertanian dan pemerintah belum mempunyai kemampuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada mereka.
  • Membangun Konstitusi Negara 
            Setelah mendirikan masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar tugas berikutnya yang di lakukan Rasulullah Saw adalah menyusun konstitusi negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah sebagai sebuah negara. Dalam konstitusi negara Madinah ini, pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga Negara baik Muslim maupun non-Muslim, serta pertahanan dan keamanan negara.
            Sesuai dengan prinsip-prinsip Islam setiap orang di larang melakukan sebagai aktivitas ysng dapat mengganggu stabilitas kehidupan manusia dan alam.
  • Meletakan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara 
            Setelah melakukan berbagai upaya stabilitas di bidang sosial, politik serta pertahanaan dan keamanan negara, Rasulallah meletakan dasar-dasar sistem keuangan negara sesuai dangan ketentuan-ketentuan Al Qur’an,seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak sesuai dengan ajaran Islam di hapus dan di gantikan dengan paradigma baru yang sesuai dengan nilai-nilai Qurani, yakni persaudaran, persamaan, kebebasan dan keadilan.
B.     Sistem Ekonomi
Seperti di Madinah merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi.Oleh karena itu,peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang di lakukan oleh Rasulallah Saw.merupakan langkah yang sangat signifikan,sekaligus berlian dan spektakuler pada masa itu,sehingga Islam sebagai ssebuah agama dan negara dapat brkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Sistem ekonomi yag di terapkan oleh Rasulallah Saw, berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani.
Alqur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah(petunjuk)bagi umat manusia dalam aktivitas di setiap aspek kehidupannya,termasuk di bidang ekonomi.Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi, Dalam pandangan Islam,kehidupan manusia tidak bisa di pisahkan menjdai kehidupan ruhiyah dan jasmaniyah,melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan,bahkan setelah kehidupan dunia ini. Dengan kata lain, Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat.
C.      Sistem Keuangan Dan Pajak
Sebelum Nabi Muhamad s.a.w diangkat sebagai rasul dalam masyarakat jahilyah sudah terdapat lembaga politik semacam dewan perwakilan rakyat untuk ukuran masa itu yang disebut Darun Nadriah. Di dalamnya para tokoh Mekkah berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan etika dilantik sebagai rasul mengadakan semacam lembaga tandingan untuk itu yaitu darul arqam
Perkembangan lembaga ini terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ketika beliau hijrah ke Madinah maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah Masjid (Masjid Quba). Yang bukan saja merupakan tempat beribadah tetapi juga sentral kegiatan kaum muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk “lembaga”persatuan di antara para sahabatnya yaitu persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini di ikuti dengan pembangunan mesjid lain yang lebih besar (Mesjid nabawi) yang kemudian yang menjadi sentral pemerintah.
Untuk selanjutnya pendirian (lembaga) dilanjutkan dengan penertiban pasar.
Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar yang baru yang khusus untuk kaum muslimin. Karena pasar merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunatullah. Demikian halnya dalam penentuan harga dan mata uang tidak ada satupun bukti sejarah yang menunjukan bahwa nabi Muhamad membuat mata uang sendiri.
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum musimin secara bergotong royong dan sukarela. Mereka memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya sendiri. Mereka memperoleh pendapatan dari bebagai sumber yang tidak terikat.
Tidak hanya masa sekarang saja adanya sumber anggaran negara semisal pajak, zakat, kharaj dsb tetapi di Madinah juga pada masa rasulullah sudah ada yang namanya sumber anggaran pendapatan negara semisal pajak, zaka, kharaj dsb.
Pajak (dharibah) itu sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Alloh kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Dimana Alloh telah menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang bisa mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-obyek tertentu.
Dalam mewajibkan pajak tidak mengenal bertambahnya kekayaan dan larangan tidak boleh kaya dan untuk mengumpulkan pajak tidak akan memperhatikan ekonomi apapun. Namun pajak tersebut dipungut semata berdasarkan standar cukup. Tidak hanya harta yang ada di baitul mal, untuk memenuhi seluruh keperluan yang dibutuhkan sehingga pajak tersebut di pungut berdasarkan kadar kebutuhan belanja negara.
Karakteristik pekerjaan masih sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara yang merangkap sebagai ketua mahkamah agung, mufti besar, panglima perang tertinggi, serta penanggungjawab seluruh administrasi negara. Ia tidak memperoleh gaji dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah-hadiah kecil yang pada umumnya berupa bahan makanan.
Majelis syura terdiri dari para sahabat terkemuka yang sebagian dari mereka bertanggung jawab mencatat wahyu. Pada tahun keenam hijriah, sebuah sekretariat sederhana telah dibangun dan ditindak lanjuti dengan pengiriman duta-duta negara ke berbagai pemerintahan dan kerajaan.
Demikianlah adanya sumber pendapatan negara semisal sistem keuangan dan pajak yang ada pada masa rasulullah yang dapat menjadikan kaum muslimin bisa hidup sejahtera. Tanpa adanya permsuhan dan kesenjangan sosial subhanalloh begitu menakjubkan sekali ditengah kesederhanaannya tetapi bisa menjadikan seluruh kaum muslimin bisa menjalankan aktivitas perekonomian dengan tidak mengesampingkan rasa ukhuwah mereka.
  1. D.     Sumber Pendapatan dan Pengeluaran NegaraSumber pendapatan :
  • Uang tebusan untuk para tawanan perang ( hanya khusus pada perang Badar, pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang ).
  • Pinjaman-pinjaman ( setelah penaklukan kota Mekkah ) untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma/ sebelum pertemuan Hawazin 30.000 dirham ( 20.000 dirham menurut Bukhari ) dari Abdullah bin Rabia dan pinjaman beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah ( sampai waktu itu tidak ada perubahan ).
  • Khums atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum islam.
  • Amwal fadillah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negrinya.
  • Wakaf yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatnya akan disimpan di Baitul mal.
  • Nawaib yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaaraan negera selama masa darurat.
  • Zakat fitrah
  • Bentuk lain sedekah seperti hewan qurban dan kifarat. Kifarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang muslim pada saat melakukan kegiatan ibadah.
  • Ushr
  • Jizyah yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim.
  • Kharaj yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim ketika wilayah khaibar ditakhlukkan.
  • Ghanimah 
  • Fa’i
  • Sumber-sumber pengeluaran :
v  Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta, dan persediaan.
v  Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Qur’an, termasuk para pemungut zakat.
v  Pembayarnan gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainnya. 
v  Pembayaran upah para sukarelawan.
v  Pembayaran utang negara.
v  Bantuan untuk musafir.
v  Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah.
v  Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
v  Hiburan untuk para utusan suku dan negera serta perjalanan mereka.
v  Hadiah untuk pemerintah negara lain.
v  Pembayaran untuk pembebasan kaum muslim yang menjadi budak.
v  Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh para pasukan kaum muslimin.
v  Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin.
v  Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.
v  Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah.
v  Pengeluaran rumah tangga Rasulullaah Saw. ( hanya sejumlah kecil, 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya ).
v  Persediaan darurat.
  1. Zakat dan Ushr
  2. 1.     Zakat
    Yaitu nama harta tertentu, dalam bentuk khusus/cara tertentu yang dimanfaatkan bagi sekelompok orang yang khusus pula. Hukum zakat wajib ain bagi tiap muslim.
    Definisi lain dari zakat adalah harta yang diwajibkan disisihkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Macam-macam zakat :
  • Zakat Fitrah
Yaitu zakat yang dikeluarkan tiap bulan ramadhan untuk memenuhi kewajiban dirinya sendiri, dan mereka yang menjadi beban nafkahnya (mereka yang beragama Islam).
  • Zakat Mal
Yaitu zakat harta yang harus dikeluarkan ketika penghasilannya sudah mencapai nisab.
Pada masa Rasulullah Saw, zakat dikenakan pada hal-hal berikut :
  • Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, perhiasan atau dalam bentuk lainnya.
  • Benda logam yang terbuat dari perak seperti koin, perkakas, perhiasan, atau dalam bentuk lainnya.
  • Binatang ternak, seperti unta, sapi, domba, dan kambing.
  • Berbagai jenis barang dagangan, termasuk budak dan hewan.
  • Hasil pertanian,temasuk buah-buahan.
Nisab dari zakat diatas :
  • Zakat untuk domba,sapi dan unta secara berurutan adalah 40 domba,30 sapi, dan 5 unta.
  • Zakat hasil pertanian yang berupa gandum , kurma adalah lima warq atau sekitar 847 kilo per tahun.
  • Nisab uang dalam bentuk emas dan perak adalah dua puluh dinar dan dua ratus dinar, sementara nilainya adalah setengah dinar/lima dinar.
Delapan golongan yang wajib menerima zakat yaitu :
  • Fakir
    Yaitu orang yang memiliki harta, namun kebutuhan hidup mereka lebih banyak ketimbang harta yang mereka miliki.
  • Miskin
    Yaitu orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai sumber pemasukan.
  • Amil Zakat
Yaitu orang yang bekerja mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
  • Mu’allaf
    Yaitu orang yang baru masuk islam.
  • Riqab
    Yaitu orang-orang (budak-budak berlian) yang telah dibebaskan dengan uang tebusan.
  • Gharim
    Yaitu orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya.
  • Fisabilillah
    Yaitu orang-orang yang berjuang dijalan Allah.
  • Ibnu Sabil
Yaitu musafir yang kehabisan bekal.
  1. Ushr
    Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak (ushr) jual beli(maqs). Ushr (zakat atas hasil pertanian dan buah-buahan) merupakan pendapatan yang paling utama dan penting. Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau satu dirham untuk setiap transaksi.
Ushr dibebankan kepada suatu barang hanya sekali dalam setahun. Seorang Taghlibi datang ke wilayah islam untuk menjual kudanya. Setelah dilakukan penaksiran oleh Zaid, seorang asyir, kuda tersebut bernilai 20.000 dirham.Oleh karena itu, Zaid memintanya untk membayar 1000 dirham (5%) sebagai ushr. Pos pengumpulan ushr terletak di berbagai tempat yang berbeda-beda, termasuk di ibukota.
E.      BAITUL MAL 
Baitul mal adalah lembaga khusus yang mengenai harta yang di terima negara dan mengalokasikan bagi kaum muslim yang berhak menerimanya.
Rosulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di madinah pada masa awal hijriah. Pertamakalinya berdirinyya baitul mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman ALLAH SWT di Badr seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah:”Mereka (para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik ALLAH dan Rosul, maka bertaqwalah kepada ALLAH dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada ALLAH dan RosulNya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. AL-ANFAL : 1)
Pada masa Rosulullah Saw Baitul mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rosulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka.
Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis.
BAB V
UANG dan KEBIJAKAN MONETER PADA AWAL PEMERINTAHAN ISLAM
Pada masa khalifah Abu Bakar Assidiq, beliau tidak melakukan perubahan terhadap mata uang yang beredar dinar dan dirham masih menjadi satuan mata uang negara (Al Maqrizy, 1988:129), disamping uang untuk pembelian barang yang murah. Koin dinar dan dirham pada masa Abu Bakar masih mempunyai berat yang tetap. Nilai dinar sama dengan sepuluh dirham. Nilai satu dirham sama dengan 48 uang.
Pada masa Nabi dan sepanjang masa Khulafaur Rasyidin koin mata uang asing dengan berbagai bobot sudah dikenal di Arabia, seperti dinar, sebuah koin emas dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mitsqal atau sama dengan dua puluh qirat atau seratus grain barley. Satu mitsqal juga ekuivalen dengan 4,25 gram (Johnson, 1968:547). Bobot dirham tidak seragam. Untuk menghindari kebingungan, Umar menetapkan bahwa dirham perak seberat 14 qirat atau 70 grain barley. Maka rasio antara satu dirham dan satu mithqal adalah tujuh per sepuluh (Sabzwari, 1984).
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, administrasi keuangan kaum muslim didelegasikan kepada orang-orang Persia. Pada saat itu Umar mempekerjakan ahli pembukuan dan akuntan orang Persia dalam jumlah besar untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran uang di baitul maal (keuangan negara). Mereka juga menggunakan satuan dirham untuk membantu meningkatkan sirkulasi uang. Pada masa kekhilafahan Umar juga diterbitkan surat pembayaran cek yang penggunaannya diterima oleh masyarakat. Menurut Al-Yaqubi, Umar mengintruksikan untuk mengimpor sejumlah barang dagangan dari Mesir ke Madinah. Karena barang yang diimpor jumlahnya cukup besar, pendistribusiannya menjadi terhambat. Oleh karena itu, Khalifah Umar menerbitkan sejumlah cek kepada orang-orang yang berhak dan rumah tangga sehingga secara bertahap setiap orang dapat pergi ke bendahara kaum muslimin dan mengumpulkan hartanya. Penggunaan sejumlah cek oleh Khalifa Umar yang diterima oleh publik menunjukkan penggunaanya sebagai alat pembayaran di periode awal Islam (Sadr, 1989).
Dengan terbunuhnya Yazdigird perlawanan Persia di seluruh kerajaan itu jadi padam. Sebagian mereka sudah ada yang mau berdamai dengan pihak Muslim, kecuali pihak Turki penduduk Balkh (Haikal, 1973:109). Ditaklukannya Persia percetakan uang logam terus beroperasi. Pada masa khalifah Usman bin Affan sudah ada mata uang yang bertuliskan Bismillah, Barakah, Bismillah Rabbi, Allah dan Muhammad dengan jenis tulisan Kufi (Al Maqrizy, 1988:60).
Bahkan Usman memperlakukan kaum Muhajirin tidak seperti pada masa Umar yang tidak boleh berpindah-pindah. Kaum Muhajirin diperbolehkan berpindah-pindah di segenap imperium yang tadinya dilarang, dan memperoleh kekayaan yang cukup berlimpah dan menikmati kesenangan. Hidup serba mudah daripada di masa Umar yang harus menahan diri (Haikal, 1973:119).
Secara alamiah transaksi yang berada di daerah Mesir atau Syam menggunakan dinar sebagai alat tukar, sementara itu di kekaisaran Persia menggunakan dirham. Ekspansi yang dilakukan Islam ke wilayah kekaisaran Persia   (Irak, Iran, Bahrain, Transoxania) dan kekaisaran Romawi (Syam, Mesir, Andalusia) menyebabkan perputaran mata uang ini meningkat. Bahkan pada masa pemerintahan Imam Ali, dinar dan dirham merupakan satu-satunya mata uang yang digunakan (Sadr, 1989).
Setelah Persia ditaklukan, percetakan uang logam di wilayah itu terus beroperasi. Sementara itu, kaum muslimin secara perlahan-lahan mulai diperkenalkan kepada teknologi percetakan uang sehingga pada masa kepemimpinan Imam Ali kaum muslimin secara resmi mencetak uang sendiri dengan menggunakan nama pemerintah Islam. Beberapa ahli sejarah menduga bahwa percetakan uang bahkan sudah dilaksanakan sejak masa kepemimpinan Khalifah Umar atau khalifh Ustman. Ketika mata uang masih diimpor, kaum muslimin hanya mengontrol kualitas uang impor itu, namun setelah mencetak sendiri kaum muslimin secara langsung mengawasi penawaran uang yang ada (Sadr, 1989). Khalifah Ali bin Abi Thalib mencetak dirham mengikuti model Khalif Usman bin Affan dan menuliskan di lingkarannya salah satu kalimat Bismillah, Barakah, Bismillah Rabbi dan Rabiyallah dengan jenis tulisan Kufi (Al-Naqsyabandi, 1969:22).
BAB VI
PEMIKIRAN EKONOMI ABU YUSUF
(113-182 H/731-798 M)
            I.          Riwayat Hidup
Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khusnais bin Sa’ad Al-Ashari Al-Jalbi Al- Kufi Al-Bagdadi, atau yang lebih dikenal sebagai Abu Yusuf, lahir di kufa pada tahun 113 H (731 M) dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H (798 M). Abu Yusuf meninba ilmu kepada banyak ulama besar.
Berkat berkat bibinga para gurunya serta di tunjang oleh ketekunan dan kecerdasanya, Abu Yusuf tunbuh sebagai alim ulama yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan, baik ulama maupun penguasa masyarakat umum. Sekalipun disibukan dengan bebagai aktivitas mengjar dan birokrasi , Abu Yusuf masih meluangkan waktu untuk menunlis . Beberapa karya tulisnya adalah al- Jawami’, ar-Radd’ala Siyar al-Auza’i, al-Atsar, Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila, Adad al-Qadhi, dan al-Kharaj.
        II.        Kitab al-Kharaj
Salah satu karya Abu Yusuf yang sangat monumental adalah kitab al-Karaj (Buku tantang Perpajakan). Sekaliipun berjudul al-Karaj, kitab tersebut tidak hanya mengandung pembahasan tentang al-Karaj, melainkan juga meliputi brbagai sumber pendapatan negara. Seperti halnya kitab-kitab sejenis yang lahir pada lima abad pertama Hijriah,penekanan kitab karya Abu Yusuf ini terletak pada tanggung jawab penguasa terhadap kesejahteraan rakyatnya. Ia merupakan sebuah upaya membangun sebuah sistem keuangan yang mudah dilaksanakan sesui dengan hukum islam dalam kondisi yang selalu berubah dengan persyaratan ekonomi.
          I.          Pemikiran Ekonomi
Dengan latar belakanng sebagai seaorang  fuqadha beraliran ahl ar-ra’yu, kakuatan utama pemikiran Abu Yusuf adalah dalam masalah keuangan publik. Dengan daya observasinya dan analisisnya yang tinggi, Abu Yusuf menguraikan masalah keuangan dan menunjukan beberapa kebijakan yang harus diadopsi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Selain dibidang keuangan publik, Abu Yusuf juga memberikan padanganya seputar mekanisme pasar dan harga, seperti bagaimana harga itu ditentukan dan apa dampak dari adanya berbagai jenis pajak. Dalam kedua hal terakhir tersebut , berdasarkan hasil observasinya sendiri, Abu Yusuf mengungkapkan teori yang justru berlawanan dengan teori dan asumsi yang berlaku dimasanya.
       IV.       Negara dan Aktivitas Ekonomi
Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama penguasa adalah mewujudakan serta menjamin kesejaahteraan rakyatnya. Ia selalu menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan rakyat dan kesejahteraan umum.Ketika bebicara tentang pengdaan fasilitas infrastruktur, Abu Yusuf mengtakan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi agar dapat meningkatkan produktifitas tanah, kemakmuran rakyat serta peertumbuhan ekononomi
BAB VII
PEMIKIRAN EKONOMI AL SYAIBANI
(132 – 189 H/750 – 804)
          I.          Riwayat Hidup
Abu Abdilah Muhammad bin Al-Hasan bin Farqad Al-Syaibani lahir pada tahun 132 H (750 M) di kota Wasith, ibu kota Irak pada akhir masa pemerintahan Bani Umawiyah.Ayahnya berasal dari negari Syaibani di wilayah jazirah Arab.Di kota tersebut ia belajar fiqih, sastra, bahasa, dan hadis kepada para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Syufan Tsauri,Umar bin Dzar, dan Malik bin Maghul.
Setalah memperoleh ilmu yang memadai, Al-Syaibani kembali ke Baghdad yang saat itu telah berada dalam kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah. Di tempat ini ia mempunyai peranan penting dalam majelis ulama dan kerap didatangi ara penuntut ilmu. Namun tugas ini hanya berlangsung singkat karena ia kemudian mengundurkan diri untuk lebih berkonsentrasi pada pengajaran dan penulisan fiqih. Al-Syaibani meninggal dunia pada tahun 189 H (804 M) di kota al-Ray, daket Teheran, dalam usia 58 tahun.

  1.         II.        Karya-karya
    1. 1.     Zhahir al-Riwayah, yaitu ditulis berdasrkan pelajaran yang diberikan Abu Hanifah, seperti al-Mabsut, al-Jmi’ al-Kabir, al-Jami’ al-Shaghir, al-Syiar al-Kabir,al-Syiar al-Shaghir, dan al-Ziyadat. Keaemuanya ini dipimpin Abi Al-Fadhl Muhammad abn Ahmad Al-Maruzi (w. 334 H/945 M) dalam satu kitab yang berjudul al-kafi.
    2. 2.     Al-Nawadir, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pandanganya sendiri, seperti Amali     Muhammad fi al-fiqih, al-Ruqayyat, al-Makharij fi al-Hiyal, al-Radd ’ala Ahl Madinah,  al-Ziyadah, al-Atsar, dan al-Kasb.
    3.        III.       Pemikiran Ekonomi
Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Al-Syaibani, para ekonom muslim banyak merujuk pada kitab al-Kasb. Kitab tersebut termasuk kitab pertama di dunia Islam yang membahas permasalahan ini. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila Dr. Al-Janidal menyebut  Al-Syaibani sebagai salah seorang perintis ilmu ekonomi islam.
  1. Al-Kasb (kerja)
  2. Kekayaan Kefakiran
  3. Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian
  4. Kebutuhan-kebutuhan Ekonomi
  5. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan

BAB VIII
PEMIKIRAN EKONOMI ABU UBAID
(150 – 224 H)
          I.          Riwayat Hidup
Abu Ubaid bernama lengkap Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaaid Al-Harawi Al-Azadi Al-Baghdadi. Ia lahir pada tahun 150 H di kota Harrah, Khurasan, sebelah barat laut Afganistan. Abu Ubaid berkelana untuk menintut ilmu ke berbagai kota, seperti Kufah, Basrah dan Baghdad. Ilmu-ilmu yang dipelajarinya antara lain mencakup ilmu tata bahasa Arab, qira’at, tafsir, hadis, dan fiqih. Penulis kitab al-Amwal ini tinggal di Baghdad selama 10 tahun. Pada tahun 219 H, setelah berjanji, ia menetap di Makkah sampai wafatnya. Ia meninggal pada tahun 224 H.
        II.        Latar Belakang Kehidupan dan Corak Pemikiran
Abu Ubaid merupakan seorang ahli hadis (muhaddist) dan ahli fiqih (fuqaha) terkemuka di masa hidupnya. Karena sering terjadi pengutipan kata-kata Amr dalam kitab al-Amwal, tampaknya, pemikiran-pemikiran Abu Ubaid dipengaruhi oleh Abu Amr Abdurrahman ibn Amr Al-Awza’i. Berbeda halnya dengan Abu Yusuf, Abu Ubaid tidak menyinggung tentang msalah kelemahan sistem pemerintahan serta penanggulanganya. Namun demikian, kitab al-Amwal dapat dikatakan lebih kaya daripada kitab al-kharaj dalam hal kelengkapan hadis dan pendapat para sahabat.
Berdasarkan hal tersebut, Abu Ubaid berhasil menjadi salah seorang cendekiawan Muslim terkemuka pada awal abad ketiga Hijriyah (abad kesembilan masehi) yang menetapkan revitalisasi sistem perkonomian berdasarkan Alquran dan hadis melalui reformasi dasar-dasar kebijakan keuangan dan institutnya.Disisi lain, Abu Ubaid dituuh oleh Husain ibn Ali Al-kharabisi sebagai seorang plagiator terhadap karya-karya Al-Syafi’i, termasuk dalam penulisan kitab al-Amwal. Dengan demikian tidak mengejutkan jika terdapat kesamaan dalam pandangan-pandangan antara kedua tokoh besar tersebut, sekalipun terkadang Abu Ubaid mengambil posisi yang bersebrangan dengan Al-Syafi’i dengan tanpa menyebut nama.
       III.       Isi, Format dan Metodologi Kitab al-Amwal
Kitab al-Amwal dibaga ke dalam beberapa bagian dan bab yang tidak proporsional isinya. Pada bab pendahuluan, Abu Ubaid secara singkat membahas hak dan kewajiban rakyat terhadap pemerintahnya, dengan studi khusus mengenai kebutuhan terhadap suatu pemerintahan yang adil.
Secara umum pada masa hidupnya Abu Ubaid, pertanian dipandang sebagai sektor usaha yang paling baik dan utama karena menyediakan kebutuhan dasar, makanan dan juga marupakan sumber utama pendapatan negara.
  1.        IV.       Pandangan Ekonomi Abu Ubaid
    1. Filosofi Hukum dan Sisi Ekonomi
    2. Diktomi Badui – Urban
    3. Kepemilikan dalam konteks Kebijakan Perbaikan Pertanian
    4. Pertimbangan Kebutuhan
    5. Fungsi Uang.
             V.         Kesimpulan
Bila dilihat dari sisi masa hidupnya yang relatif dekat dengan masa hidup Rasullulah, wawasan pengetahuanya serta isi, format serta metodologi kitab al-Amwal , Abu Ubaid pantas disebut sebagai pemimpin dari ” pemikiran ekonomi mazhab klasik ” diantara para penulis tentang keuangan publik (public finance).


BAB IX
PEMIKIRAN EKONOMI YAHYA BIN UMAR
(213 – 289 H)
          I.          Riwayat Hidup
Yahya bin Umar merupakan salah seorang faquha mazhab Maliki. Ulama bernama lengkap Abu Bakar Yahya bin Umar bin Yusuf Al-Kananni Al-Andalusi ini lahir pada tahun 213 H dan dibesarkan di Kordova, Spanyol. Seperti para cendekiawan Musim terdahulu, ia berkelana ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya, ia menjadi pengajar di Jami’ Al-Qairuwan.  Pda masa hidupnya terjadi konflik yang menajam antara fuqaha Malikiyah dengan fuqoha Hanafiah yang dipicu oleh persaingan memperbutkan pengaruh dalam pemerintahan. Yahya Umar terpaksa pergi ke Qairuwan dan menetap di sausah ketika Ibnu ’Abdun, yang berusaha para ulama penentangnya, baik dengan cara memenjarakan maupun membunuh, menjabat qadi di negeri itu. Setelah Ibnu ’Abdun turun dari jabatanya, Ibrahim bin Ahmad Al-Aglabi  menawarkan jabatan qadi kepada Yahya bin Umar. Namun ia menolaknya dan memilih tetap tinggal di Susah serta mangajar di Jami’ Al-Sabt hingga akhir hayatnya. Yahya bin Umar wafat pada tahun 289 H (901 M).
        II.        Kitab Ahkam al-Suq
Semasa hidupnya, disamping aktif mengajar, Yahya bin umar juga banyak menghasilkan karya tulishingga mencapai 40 juz. Diantara berbagai karyanya yang terkenal adalah al-Muntakhabah fi ikhtishar al-Mustakhirijah fi al-Fiqh al-Maliki dan kitab Ahkam al-Suq. Dengan demikian, pada masa Yahya bin Umar, kota Qairuwan telah memiliki dua keistimewaan, yaitu:
  1. Keberadaan institusi pasar mendapat perhatian khusus dan pengaturan yang memadai dari penguasa.
  2. Dalam lembaga peradilan, terdapat seorang hakim yang khusus menangani berbagai permasalahan pasar.
       III.       Pemikiran Ekonomi
Menurut Yahya bin Umar, aktivitas ekonomi merupakan begian yang tak terpisahkan dari ketakwaan seorang muslim kepada Allah Swt. Berkaitan dengan hal ini,Yahya bin Umar berpendapat bahwa al-tas’ir (penetapan harga) tidak boleh dilakukan. Ia berhujjah dengan berbagai hadis Nabi Muhammad Saw. Jika kita mencermati konteks hadis tersebut, tampak jelas bahwa Yahya ibn Umar melarang kebijakan penetapan harga jika kenaikan harga yang terjadi adalah samata-mata hasil interaksi penawaran dan permintaan yang alami.
       IV.       Wawasan Modern Teori Yahya bin Umar
Sekalipun tema utama yang diangkat dalam kitabnya, Ahkam al-Saq, adalah mengenai hukum-hukum pasar, pada dasarnya, konsep Yahya bin Umar lebih banyak terkait dengan permasalahan ihtikar dan siyasah. Dalam ilmu ekonomi kontemporer, kedua ahal tersebut masing-masing dikenal dengan istilah monopoly’srent-seeking dan dumping.
  1. Ihktiar (Monopoly’s Rent-Seeking)
  2. Siyasah al-iqhrag (Dumping Policy)

BAB X
PEMIKIRAN EKONOMI AL-MAWARDI
(364 – 450 H/974 – 1058)
          I.          Riwayat Hidup
Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-Syafi’i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974 M).Setelah mengawali pendidikanya di kota Basrah dah Baghdad selama dua tahun, ia mengalana keberbagai negeri Islam untuk menuntut ilmu. Berkat keleluasaanya ilmunya, salah satu tokoh besar mazhab Syafi’i ini diprcaya memangku memangku jabatan qhadi (hakim) diberbagai negri secara bergantian. Setelah itu Al-Mawardi kembali kekota baghdad untuk beberapa waktu kemdian diangkat sebagai Hakim agung pada masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim bin Amrillah Al-Abbasi.
Sekalipun telah menjadi hakim, Al-Mawardi tetap aktif mengajar dan menilis.Dengan mewariskan dengan bebagai karya tulis yang sangat berharga tersebut, Al-Mawardi meninggal dunia pada bulan Rabiul Awwal tahun 450 H (1058 M) di kota Baghdad pada usia 86 tahun.
        II.        Pemikiran Ekonomi
Pada dasarnya, pemikiran ekonomi Al-Mawardi tersebar paling tidak pada tiga buah karya tilisnya, yaitu Kitab adab ad-Dunya wa ad-Din, al-Hawi dan al-Ahkam as-Sulthainiyah. Dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din. Dari ketiga karya tilis tersebut, para peneliti Islam tampaknya sepakat menyatakan bahwa al-Ahkam as-Sultaniyyah merupakan kitab yang paling komprehensipf dalam mempresentasikan pokok-pokok pemikiran ekonomi Al-Mawardi. Sumbangan utama Al-Mawardi terlatak pada pendapat mereka tentang pembebanan pajak tambahan dan dibolehkanya peminjaman publik.
       III.       Negara dan Aktivitas Ekonomi
Teori keuangan pulik selalu terkait dengan peran negara dalam kehidupan ekonomi. Negara membutuhkan karena dibutuhkan karena beroeran untuk memenuhi kebutuhan kolektif seluruh warga negaranya. Selanjutnya, Al-Mawardi berpendapat bahwa negara harus menyadiakan infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. Lebih jauh, ia menyebutkan tugas-tugas negara dalam kkerangka pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga sebagai berikut:
  1. Melindungi agama
  2. Menegakan hukum dan stabilitas
  3. Memelihara batas negara islam
  4. Menyediakan ikilm ekonomi yang kondusif
  5. Menyediakan administrasi publik, peradilan, dan pelaksanaan hukkum islam
  6. Mengumpulkan pendapat dari berbagai sumber yang tersedi serta menaikanya dengan menerapkan pajak baru jika situasi menuntutnya, dan
  7. Membelanjakan dana-dana Baitul Mal untuk berbagai tujuan yang telah menjadi kewajibanya
Seperti yang telah disebutkan, negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara serta merealisasikanya kesejahteraan dan perkembangan ekonomi secara umum.
       IV.       Perpajakan
Sebagai trend pada masa klasik, masalah perpajakn juga tidak luput dari perhatian Al-Mawardi. Maenurutnya penilaian atas karaj harus bervariasi sesuai ddengan faktor-faktor yang menentukan kemampuan tanah dalam membayar pajak, yaitu kesuburan tanah, jenis tanaman dan sistem irigasi. Disamping ketiga faktor tersebut, Al- Mawardi juga mengungkapkan faktor yamg lain, yaitu jarak antara tanah yang menjadi objek kharaj dengan pasar.
Tentang metode penetapan kharaj, Al-Mawardi menyarankan untuk menggunakan salah satu dari ketiga metode yang pernah diterpkan dalam sejarah islam yaitu:
  1. Metode Misahah, yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah
  2. Metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami saja
  3. Metode Musaqah, yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan persentase dari hasil produksi (proportional tax).
       VI.       Baitul Mal
Lebih jauh, Al-Mawardi menegaskan, adalah tanggung jawab Baitul Mal untuk memenuhi kebutuhan publik. Ia mengklasifikasikan berbagai tanggung jawab Baitul Mal kedalam dua hal yaitu:
  1. Tanggung jawab yang timbul dari berbagai harta benda yang disimpan di Baitul Mal sebagai amanah didistribusikan kepada mereka yang berhak, dan
  2. Tanggung jawab yang timbul seiring dengan adanya pendapatan yang menjadi aset kekayaan Baitul Mal itu sendiri.
Lebih jauh, Al-Mawardi menklasifikasikan kategori tanggung jawab Baitul Mal yang kedua ini menjadi dua hal. Pertama, tanggung jawab yang timbul sebagai pangganti atas nilai yang diterima (badal). Kedua,tanggung jawab yang muncul melalui bantuan dan kepentingan umum.
Dengan demikian, menurut Al-Mawardi, pembelanjaan publik, seperti halnya perpajakan, merupakan alat yang efektif untuk mengalihkan sumber-sumber ekonomi. Pernyataan Al-Mawardi tersebut juga mengisyratkan bahwa pembelanjaan publik akan meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan.
BAB XI
PEMIKIRAN EKONOMI  AL-GHAZALI
(450 – 505 H/1058 – 1111)
          I.          Riwayat Hidup
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H (1058 M). Sejak kecil, Imam Ghazali hidup dalam dunia tasawuf. Ia tumbuh dan berkambang dalam asuhan seorang sufi, setelah ayahnya yang juga seorang sufi meninggal dunia.
Sejak muda , Al-Ghazali sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Ia pertama-tama belajar bahasa arab dan fiqih di kota Tus, kemudian pergi kekota Jurjan untuk belajar dasar-dasar Usul fiqih. Setelah kembali kekota Tus selama beberapa waktu, ia pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiahnya. Dikota ini, Al-Ghazali belajar kepada Al-Haramain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini, sampai yang terakhir ini wafat pada tahun 478 H  (1085 M).
Oleh karena itu, pada tahun 488 H (1095 M), Al-Ghazali meninggalkan Baghdad dan pergi menuju ke Syira untuk merenung, membaca, dan menulis selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian ia pindah ke Palestina untuk melakukan aktivitas yang sama dengan mengambi tempa Baitul Maqdis. Al-Ghazali memilih tempat kota ini sebagai tempat menghabiskan waktu dan energinya untuk menyaebarkan ilmu pengetahuan, hingga meninggal dunia pada pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H atau 19 Desember 1111 M.
        II.        Karya-karya
Al-Ghazali meurpakan sosok ilmuwan dan penulis yang sangat produktif. Berbagai tulisanya telah banyak menarik pergatian dunia, baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim.AL-Ghazali, diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tilis yang meliputi berbagai disiplin ilmu,seperti logika, filsafat, moral, tafsir, fiqih, ilimu-ilmu Alqur’an, tasawuf, politik, administrasi, dan prilaku ekonomi. Namun demikian, yang ada hingga kini hanya 84 buah. Di antaranya adalah Ihya ’Ulum al-Din, al-Munqidz min al-Dhalal, Tahafut al-Falasifah, Minhaj Al-’Abidin, al-Mustashfa min ’Ilm al-Ushul, Mizan Al-’Amal, Misykat al-Anwar, Kimia al-Sa’adah, al-Wajiz, Syifa al-Ghalil, dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk.
       III.       Pemikiran Eonomi
Seperti halnya pera cendekiawan Muslim terdahulu, perhatian Al-Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang tertent, tetapi meliputi seluruh espek kehidupan manusia seluruhnya. Berkaitan dengan hal ini, al-Ghazali memfokuskan seluruh perhatianya pada prilaku individu yang dibahasnya menurut perspektif Alquran, sunah, fatwa-fatwa, sahabat dan tabi’in, serta petuah-petuah para sufi terkemuka masa sebelumnya, seperti Junaid Al-Baghdadi, Dzun Nun Al-Mishri, dan Harits bin Asad Al-Muhasibi.
Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartite, yakni kebutuhan, kesenangan atau kenyamanan, dan kemewahan. Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan terhadapmakanan, pakaian, dan perumahan.
  1. Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar
    1. Permintaan, Penawaran, Harga, dan Laba
    2. Etika Perilaku Pasar
  2. Aktivitas Produksi
    1. Produksi Barang-barang Kebutuhan Dasar sebagau Kewajiban Sosial
    2. Hierarki Produksi
    3. Tahapan Produksi, Spesialisasi dan Keterkaitanya
  3. Barter dan Evolusi Uang
    1. Problem Barter dan Ketuhan terhadap Uang
    2. Uang yang Tidak Bermanfaat dan Penimbunan Bertantangan Dengan Hukum Ilahi
    3. Pemalsuan dan Penurunan Nilai Uang
    4. Larangan Riba
  4. Peranan Negara dan Keungan Publik
    1. Kemajuan Ekonomi Melalui Keadilan, Kedamaian, dan Stabilitas
    2. Keuangan Publik
BAB XII
PEMIKIRAN EKONOMI ABNU TAIMIYAH
(661 – 728 H/1263 – 1328 M)
          I.          Riwayat Hidup
Ibnu Taimiyah yang bernama langkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim lahir di kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi.Ayah, paman dan kakeknya merupakan ulam besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku. Brkat kecerdasan dan kejeniusanya, Ibnu Taimiyah yang masih berusia sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir, hadis, fiqih, matematika, dan filsafat serta berhasil menjadi yang terbaik diantara teman-teman seperguruanya.
Kehidupan Ibnu Taimiyah tiadk hanya terbatas pada dunia buku dan kata-kata. Ketika kondisi menginginkanya, tanpa ragu-ragu ia turut serta dalam dunia politik dan urusan publik. Penghormatanya begitu besar yang diberikan kepada Ibnu Taimiyah membuat sebagian oarang menjadi iri dan berusaha untuk menjatuhkan dirinya.Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah yang dilontarkan para pemnentanganya.
Selama dalam tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhenti untuk mengajar dan menulis.Bahkan, ketika penguasa mencabut haknya untuk menulis dengan cara pena dan kertasnya, ia tetap menulis dengan menggunakan batu arang. Ibnu Taimiyah telah meninggal dunia didalam tahanan pada tanggal 26 September 1328 M (20 Dzul Qaidah 728 H) setelah mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.
        II.        Pemikiran Ekonomi
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syar’ayyah fi Ishlah ar-Ra’i wa ar-Ra’iyah dan al-Hisbah fi al-Islam.
1.     Harga yang Adil Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga
  • Harga yang Adil
Konsep harga yang adil pada hakikatnya tekah ada digunakan sejak awal kehadiran islam. Alquran menekankan keadilan dalam setiap aspak kehidupan umat manusia. Oleh kerena itu, adalah hal yang wajar jika keadilan juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khusnya harga.
  • Mekanisme Pasar
Ibnu Taimiyah memiliki sebuah pemahaman yang jelas tantang bagaimana, dalam suatu pasar bebas, harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Pernyataan Ibnu Taimiyah menunjkan pada apa yang dikenal sekarang sebaagai perubahan fungsi penawaran dan permintaan, yakni ketika terjadi peningakatan permintaan pada harga yang sama dan penurunan persediaan pada harga yang sama atau sebaliknya,penurunan permintaan pada harga yang sama dan pertambahan persediaan pada harga yang sama.
  • Regulasi Harga
Setelah menguraikan secara panjang lebar tentang konsep harga yang adil dam mekanisme pasar, Ibnu Taimiyah melanjutkan pembahasan dengan pemaparan secara detail mengenai konsep kebijakan pengendalian harga oleh pemerintah. Ibnu Taimiyah membedakan dua janis penetapan harga, yakni penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum adalah penetapan harga yang yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan beba,yakni kelangkaan supply dan kenaikan demand.

0 comments:

Post a Comment